Kya-Kya Surabaya Suasana Pecinan dalam Nuansa Kuliner Malam

Bangunannya sudah tua, strukturnya punya aroma sejarah yang kental saat malam tiba suasana di Jalan Kembang Jepun berubah drastis. Lampion-lampion hangat memayungi trotoar, bau masakan dari gerobak kecil menyebar di udara, dan arus pengunjung yang datang bagaikan gelombang kecil penuh antusias. Itulah pemandangan Kya-Kya malam hari. Destinasi ini bukan hanya soal makan, tapi soal pengalaman visual dan budaya yang dibangkitkan kembali.

Awalnya area ini dikenal dengan nama Handelstraat dan menjadi pusat berkumpulnya pedagang dan warga sejak ratusan tahun lalu. Seiring waktu gemerlapnya meredup, akhirnya memudar pada tahun 2008. Baru pada tahun 2022, Surabaya menghadirkan konsep Kya-Kya Reborn, menghidupkan kembali nostalgia pecinan yang pernah makmur. Tujuannya bukan sekadar jualan makanan tetapi menciptakan kawasan malam yang punya jiwa dan memancing pulang keramaian bahkan di tengah suasana kota yang semakin sibuk.

Pengoperasiannya hanya beberapa hari dalam seminggu, tepatnya Jumat, Sabtu dan Minggu malam. Ketika matahari mulai tenggelam, sepanjang jalan ditutup untuk kendaraan. Pedagang-pedagang UMKM lokal bermunculan, siap menyuguhkan ragam kuliner mulai dari jajanan tradisional hingga menu kekinian. Harganya sangat ramah, mulai dari sekadar lima ribu rupiah. Ada es teh manis, boba, sampai makanan khas Tionghoa seperti wonton soup, bakpao, dan dimsum yang menggoda lidah segala usia.

Lebih dari sekadar rombongan stan makanan, Kya-Kya hadir dengan atmosfir yang unik. Mural-mural bernuansa pecinan mengiringi setiap langkah pengunjung. Musik Mandarin lembut mengalun, lampion-lampion menggantung, dan kadang ada penampilan barongsai kecil atau musik keroncong yang bikin suasana jadi hidup. Saat Imlek tiba, kawasan ini makin meriah dengan Chunjie Fest yang menyuguhkan tarian barongsai, wayang potehi, hingga hiburan modern seperti DJ dan fun games.

Jika kamu berjalan pelan menyusuri Kya-Kya, kamu bakal menemukan stan yang bikin lidah bergoyang. Salah satunya Wonton Nyam Nyam yang menyuguhkan wonton ayam dan udang dengan pilihan spicy, soup, crispy, sampai mentai yang creamy. Beberapa langkah darinya ada Depot Sari yang kontras karena terkenal dengan sop buntut dan rawon merah. Suaranya bahkan jadi buruan bagi penikmat kuliner legendaris Surabaya. Tidak ketinggalan ada aneka jajanan manis mulai dari kue cubit modern, es krim artisan, sampai mochi lembut yang pas jadi pencuci mulut.

Bagi pencinta kuliner nusantara, Kya-Kya juga memanjakan dengan hidangan khas Jawa Timur. Ada sate klopo dengan aroma gurih kelapa parut yang dibakar, tahu tek dengan bumbu petis kental, sampai lontong mie yang penuh nostalgia. Tidak heran kalau banyak pengunjung datang bukan hanya untuk berfoto tetapi juga untuk berburu rasa autentik yang sulit ditemui di pusat perbelanjaan modern.

Meski terus ada gejolak, seperti kadang suasananya terasa lebih lengang dibanding ekspektasi, geliat UMKM tetap terlihat. Banyak pedagang mengatakan omzet mereka meningkat saat akhir pekan. Beberapa mengatakan Kya-Kya adalah nafas baru UMKM sekitar kawasan Pecinan. Pelatihan dan kurasi produk juga rutin dilakukan oleh pemerintah supaya cita rasa tetap terjaga dan pengalaman pengunjung tidak mengecewakan.

Sejarah Kya-Kya sendiri tidak bisa dilepaskan dari identitas Pecinan di Surabaya. Kawasan Kembang Jepun sejak lama dikenal sebagai salah satu pusat perdagangan etnis Tionghoa. Di sinilah toko-toko rempah, kain, dan perhiasan berjejer sejak zaman kolonial. Banyak bangunan tua dengan arsitektur campuran Belanda dan Tionghoa masih berdiri, memberi nuansa klasik yang menambah daya tarik kawasan ini. Menghidupkan kembali Kya-Kya berarti sekaligus melestarikan cerita lama Surabaya sebagai kota pelabuhan yang terbuka bagi berbagai budaya.

Kya-Kya bukan hanya soal makanan dan spot selfie. Ia tentang membangkitkan kembali identitas kota lama agar terasa hidup. Tempat ini sudah jadi magnet alumni kampus, keluarga, sampai turis asing yang penasaran melihat kombinasi budaya lokal dan Tionghoa. Aroma masakan, cahaya lampion, suara tawar menawar penjual, semua menyatu jadi kisah urban yang instagrammable tetapi punya akar yang kuat.

Banyak pengunjung mengatakan bahwa suasana di Kya-Kya menghadirkan sensasi yang sulit dijelaskan. Ada perasaan seperti kembali ke masa lalu, tapi dengan sentuhan kekinian. Anak muda bisa nongkrong sambil mencicipi minuman kekinian, sementara orang tua merasa hangat mengenang masa muda mereka di jalan yang sama. Harmoni lintas generasi inilah yang membuat Kya-Kya lebih dari sekadar pusat kuliner.

Jika kamu mulai bosan dengan mall yang serba modern dan memilih suasana yang punya cita rasa nostalgia urban, Kya-Kya adalah pilihan pas. Rasanya hierarki antara pendatang baru dan lama tercair, karena semua bisa menikmati langsung aroma nyala tungku dan basa-basi pedagang sambil nge-teh atau nyuap bakpao hangat. Lebih dari itu semua, Kya-Kya berhasil membuktikan bahwa kuliner malam bisa jadi ruang hidup bersama, tetap relevan di era teknologi tanpa kehilangan sensasi tradisi.

#TERBARU

#TEKNOLOGI

CakWar.com

Dunia

Politik Internasional

Militer

Acara

Indonesia

Bisnis

Teknologi

Pendidikan

Cuaca

Seni

Ulas Buku

Buku Best Seller

Musik

Film

Televisi

Pop Culture

Theater

Gaya Hidup

Kuliner

Kesehatan

Review Apple Store

Cinta

Liburan

Fashion

Gaya

Opini

Politik Negeri

Review Termpat

Mahasiswa

Demonstrasi

© 2025 Cak War Company | CW | Contact Us | Accessibility | Work with us | Advertise | T Brand Studio | Your Ad Choices | Privacy Policy | Terms of Service | Terms of Sale | Site Map | Help | Subscriptions